Meski dilatari orang tua yang juga berkecimpung di industri plastik, Aman Lie yang kala itu masih berusia 23 tahun tidak menjadi sosok yang manja. Karena keterbatasan modal, ia bahkan merakit sendiri mesin printing untuk menjalankan usahanya bersama Ligokriyasa Mandiri, yang melayani jasa printing dan pemotongan kantong plastik . “Saya memahami keadaan orang tua saya yang fokus ke usaha mereka waktu itu. Karenanya saya tekuni usaha yang saya jalankan ini dan bersyukur bisa berkembang,” ujarnya.
Aman Lie mengakui tak memiliki pendidikan tinggi saat memulai usahanya. Meski demikian, keberanian, Ia percaya tidak ada manusia yang bodoh, tapi yang ada hanya manusia yang tidak mau tahu dan tak ada keinginan mencari tahu. “Saya percaya selama manusia memiliki keinginan dan kemauan untuk mencari tahu, orang akan banyak belajar dan berpeluang untuk berhasil,” ujarnya.
Terbukti kini, merentangi kurun waktu lebih dari 30 tahun, Aman Lie mampu membesarkan usahanya dan membangun Ligo Group yang menaungi 5 perusahaan yang bergerak di industri plastik, yaitu Ligokriyasa Mandiri yang memproduksi kantong plastik untuk perusahaan lain; Dolpin Putra Sejati yang memproduksi kantong plastik IPP, HDPE, heavy duty bags/FFS, dan PE Mulsa dengan merek Bawang, Sawo, dan lain-lain; Unggul Karya Semesta yang memproduksi terpal; Unggul Plastik sebagai distributor tas plastik, kain terpal, tali tambang, gelas plastik, mulch, dan lain-lain; Cahaya Dinamika Persada sebagai produsen kemasan plastik termasuk cup plastik; dan terakhir Aman Food Industri sebagai produsen dan distributor produk minuman dalam kemasan.
Kehadiran dan kiprah Ligo Group hingga hari ini tidak terlepas dari dukungan teknologi dan sumber daya manusia yang unggul. “Tanpa teknologi kita akan tertinggal. Kita membutuhkan teknologi untuk menciptakan produk yang sempurna,” ungkapnya. Aman Lie juga mengakui bahwa teknologi di bidang industri kemasan plastik juga berkembang terus. Sekarang misalnya, sudah dimulai teknologi plastik Polyethylene (PE) untuk menggantikan Polyethylene Terephthalate (PET) dan nylon yang notabene sulit untuk di-recycle. Mesin PE ini kini sudah dilengkapi teknologi Machine Direction Orientation (MDO) untuk kemampuan ketekunan, dan keinginan untuk belajar dan mencari tahu, menjadi modal berharga yang menuntun Aman Lie muda terjun ke dunia industri plastik. “Pebisnis harus punya keberanian. Di dalam bisnis diperlukan keberanian mengambil keputusan, keberanian mengambil risiko, bahkan keberanian menghadapi kegagalan,” kenangnya.
Aman Lie mengakui bahwa kala itu ia memiliki rasa ingin tahu dan keinginan untuk belajar yang besar. “Segala sesuatu yang tidak saya tahu saya akan cari tahu. Cari orang untuk bertanya dan berdiskusi. Saya tak malu untuk tanya. Kalau diberi saya bersyukur, kalaupun tidak saya tetap berusaha mencari tahu. Buat saya, selama ada keinginan di sana ada kesempatan dan kesuksesan. Kuncinya adalah keinginan,” kenang Aman Lie.
Apalagi, pasar kemasan plastik di Indonesi sangat unik. “Di kita masih banyak produk, terutama pangan, yang
masih dalam kondisi curah yang membutuhkan packaging plastik untuk bisa didistribusikan, seperti gula atau
Minyak. Di luar negeri, hampir tidak ada produk pangan yang curah, semua sudah di-packaging. Makanya kantong PE kita masih diminati. Kegunaannya masih banyak. Di pasar-pasar tradisional digunakan untuk membungkus sayur, ikan, dan lain-lain,” ujarnya.
Menjawab persaingan itu, Ligo Group berupaya memperkuat jaringan distribusi dari produk-produk usahanya. Aman Lie mengakui bahwa siapapun bisa menjalankan produksi kantong plastik. Tantangannya justru ada pada pendistribusiannya. Pasar tradisional memang menjadi sentra distribusi sejumlah produk kemasan plastik yang dihasilkan Ligo Group. Kantong plastik bermerek “Bawang” menjadi salah satu produk yang menjadi andalan Ligo Group.
Dalam memenuhi sejumlah bahan baku produksi grup usahanya, Aman Lie sudah sejak lama dengan Chandra Asri. Kemitraan itu sudah dimulai sejak lama, bahkan jauh sebelum Chandra Asri kini terbentuk. “Sebenarnya sejak Chandra Asri berdiri kita sudah mulai kenal. Bisa dibilang, sejak masih Tri Polyta. Bahkan, sebelum Tri Polyta produksi (trial) kita sudah menjajaki hubungan kerja sama itu,” kenangnya.
Aman Lie menilai kualitas bahan baku dari Chandra Asri sudah sangat baik. “Secara total sudah cukup oke. Meski mungkin untuk flexible packaging bahan baku dari Chandra Asri masih bisa ditingkatkan lagi,” ungkapnya.
Di samping produk, Aman Lie melihat Chandra Asri sebagai perusahaan yang “strict” dalam menerapkan “aturan main”, termasuk dalam kontrak kerja sama dan harga. Hal ini tentu dimaksudkan untuk menjaga profesionalitas Chandra Asri sekaligus mengantisipasi tindakan-tindakan yang dapat merugikan Chandra Asri sendiri.
Meskipun demikian, Aman Lie bersama Ligo Group berupaya mengikuti ketentuan yang diterapkan Chandra Asri. “Rasanya saya tidak punya pilihan yang lebih baik dari Chandra Asri untuk domestik. Ibarat “Air yang jauh tidak saya jaga, tapi api yang dekat yang saya jaga”. Sebagai domestic player, kita tentu berharap domestic supply. Impor hanya menjadi alternatif. Dengan impor pun kita menghadapi tantangan, seperti harga dan time delivery,” terangnya.
Aman Lie dan Ligo Group pun berharap Chanda Asri dapat terus mengembangkan kualitas produk-produknya agar mampu memenuhi kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan industri plastik di Indonesia.
Black campaign terhadap kantong plastik yang kemarin ramai menjadi dinamika yang juga dihadapi Ligo Group dan pengusaha di industri plastik lainnya. Meski tak mengganggu kinerja produksi usahanya, black campaign tersebut cukup membuat pelaku industri ini berpikir-pikir kembali untuk mengembangkan usahanya. Di sisi lain, Aman juga menilai isu mengenai sampah plastik dan larangan penggunaan kantong plastik kemarin sebagai aksi yang salah sasaran.
“Dalam pandangan saya, bukan plastiknya yang salah, tapi perilaku orangnya yang salah. Untuk membenahi ini tidak semata-mata dari pengusaha. Harus ada peran pemerintah, dan lainnya. Sebagai salah satu wakil ketua di Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (INAPLAS) yang membidangi industri hilir, kami juga sudah banyak berusaha menyelesaikan masalah sampah plastik ini. Sayangnya, itu hanya menjadi proyek piloting yang sulit diterapkan secara nasional tanpa pemerintah,” paparnya.
Menurut Aman Lie, yang sekarang terjadi malah kebijakan-kebijakan regulator yang menekan gerak para pelaku di industri plastik, semisal penerapan cukai plastik atau larangan penggunaan plastik di wilayah DKI Jakarta. Sayangnya, larangan ini tidak dibarengi dengan solusi dan alternatif yang fair, baik bagi produsen dan konsumen. Ia mempertimbangkan konsumen produknya di pasar tradisional yang membutuhkan kantong plastik yang terjangkau harganya. “Mereka harus diberi solusi dan alternatif yang tepat sasaran,” ungkapnya.
Mengenai sampah plastik, Aman Lie mengingatkan bahwa semuanya kembali ke perilaku kita sebagai orangnya. “Seandainya plastik-plastik dari rumah tangga itu mau dipilah, nilai ekonominya masih sangat tinggi. Bahkan, di TPA-TPA, plastik-plastik itu masih dicari pemulung dan bisa diolah kembali,” ujarnya.