(Source Image: Unggul Plastik)

Berdirinya Ligokriyasa Mandiri pada 1986 silam, menandai kiprah Aman Lie di industri kemasan  plastik. Kini, ia sukses membangun Ligo Group  yang menaungi beberapa anak usaha. 

Meski dilatari orang tua yang juga berkecimpung di industri plastik, Aman Lie yang kala itu masih berusia 23 tahun tidak menjadi sosok yang manja. Karena keterbatasan modal, ia bahkan merakit sendiri mesin printing untuk menjalankan usahanya bersama Ligokriyasa Mandiri, yang melayani jasa printing dan pemotongan kantong plastik . “Saya memahami keadaan orang tua saya yang fokus ke usaha mereka waktu  itu. Karenanya saya tekuni usaha yang saya jalankan ini dan  bersyukur bisa berkembang,” ujarnya. 

Aman Lie mengakui tak memiliki pendidikan tinggi saat memulai usahanya. Meski demikian, keberanian, Ia percaya tidak ada manusia yang bodoh, tapi yang ada hanya manusia yang tidak mau tahu dan tak ada keinginan mencari tahu. “Saya percaya selama manusia memiliki keinginan dan kemauan untuk mencari tahu, orang akan banyak belajar dan berpeluang untuk berhasil,” ujarnya.  

Terbukti kini, merentangi kurun waktu lebih dari 30  tahun, Aman Lie mampu membesarkan usahanya dan  membangun Ligo Group yang menaungi 5 perusahaan yang bergerak di industri plastik, yaitu Ligokriyasa Mandiri  yang memproduksi kantong plastik untuk perusahaan lain;  Dolpin Putra Sejati yang memproduksi kantong plastik IPP, HDPE, heavy duty bags/FFS, dan PE Mulsa dengan merek  Bawang, Sawo, dan lain-lain; Unggul Karya Semesta yang  memproduksi terpal; Unggul Plastik sebagai distributor tas plastik, kain terpal, tali tambang, gelas plastik, mulch,  dan lain-lain; Cahaya Dinamika Persada sebagai produsen kemasan plastik termasuk cup plastik; dan terakhir Aman Food Industri sebagai produsen dan distributor produk  minuman dalam kemasan. 

Teknologi dan Sumber Daya Manusia 

Kehadiran dan kiprah Ligo Group hingga hari ini tidak terlepas dari dukungan teknologi dan sumber  daya manusia yang unggul. “Tanpa teknologi kita akan tertinggal. Kita membutuhkan teknologi untuk menciptakan produk yang sempurna,” ungkapnya. Aman  Lie juga mengakui bahwa teknologi di bidang industri kemasan plastik juga berkembang terus. Sekarang misalnya, sudah dimulai teknologi plastik Polyethylene (PE) untuk menggantikan Polyethylene Terephthalate  (PET) dan nylon yang notabene sulit untuk di-recycle.  Mesin PE ini kini sudah dilengkapi teknologi Machine  Direction Orientation (MDO) untuk kemampuan ketekunan, dan keinginan untuk belajar dan mencari tahu, menjadi modal berharga yang menuntun Aman Lie  muda terjun ke dunia industri plastik. “Pebisnis harus punya keberanian. Di dalam bisnis diperlukan keberanian  mengambil keputusan, keberanian mengambil risiko, bahkan keberanian menghadapi kegagalan,” kenangnya. 

Aman Lie mengakui bahwa kala itu ia memiliki rasa ingin  tahu dan keinginan untuk belajar yang besar. “Segala  sesuatu yang tidak saya tahu saya akan cari tahu. Cari orang  untuk bertanya dan berdiskusi. Saya tak malu untuk tanya.  Kalau diberi saya bersyukur, kalaupun tidak saya tetap  berusaha mencari tahu. Buat saya, selama ada keinginan di sana ada kesempatan dan kesuksesan. Kuncinya adalah  keinginan,” kenang Aman Lie. 

Apalagi, pasar kemasan plastik di Indonesi sangat unik. “Di kita masih banyak produk, terutama pangan, yang 

masih dalam kondisi curah yang membutuhkan packaging plastik untuk bisa didistribusikan, seperti gula atau 

Minyak. Di luar negeri, hampir tidak ada produk pangan yang curah, semua sudah di-packaging. Makanya kantong  PE kita masih diminati. Kegunaannya masih banyak. Di pasar-pasar tradisional digunakan untuk membungkus  sayur, ikan, dan lain-lain,” ujarnya.

Menjawab persaingan itu, Ligo Group berupaya memperkuat jaringan distribusi dari produk-produk usahanya. Aman Lie mengakui bahwa siapapun bisa menjalankan produksi kantong plastik. Tantangannya  justru ada pada pendistribusiannya. Pasar tradisional  memang menjadi sentra distribusi sejumlah produk kemasan plastik yang dihasilkan Ligo Group. Kantong  plastik bermerek “Bawang” menjadi salah satu produk  yang menjadi andalan Ligo Group.

Kerja Sama dengan Chandra Asri 

Dalam memenuhi sejumlah bahan baku produksi grup  usahanya, Aman Lie sudah sejak lama dengan Chandra Asri. Kemitraan itu sudah dimulai sejak lama, bahkan jauh  sebelum Chandra Asri kini terbentuk. “Sebenarnya sejak  Chandra Asri berdiri kita sudah mulai kenal. Bisa dibilang,  sejak masih Tri Polyta. Bahkan, sebelum Tri Polyta produksi (trial) kita sudah menjajaki hubungan kerja sama  itu,” kenangnya. 

Aman Lie menilai kualitas bahan baku dari Chandra Asri sudah sangat baik. “Secara total sudah cukup oke. Meski  mungkin untuk flexible packaging bahan baku dari Chandra  Asri masih bisa ditingkatkan lagi,” ungkapnya. 

Di samping produk, Aman Lie melihat Chandra Asri sebagai  perusahaan yang “strict” dalam menerapkan “aturan main”, termasuk dalam kontrak kerja sama dan harga. Hal ini tentu  dimaksudkan untuk menjaga profesionalitas Chandra Asri  sekaligus mengantisipasi tindakan-tindakan yang dapat  merugikan Chandra Asri sendiri. 

Meskipun demikian, Aman Lie bersama Ligo Group berupaya  mengikuti ketentuan yang diterapkan Chandra Asri. “Rasanya  saya tidak punya pilihan yang lebih baik dari Chandra Asri  untuk domestik. Ibarat “Air yang jauh tidak saya jaga, tapi  api yang dekat yang saya jaga”. Sebagai domestic player,  kita tentu berharap domestic supply. Impor hanya menjadi  alternatif. Dengan impor pun kita menghadapi tantangan,  seperti harga dan time delivery,” terangnya. 

Aman Lie dan Ligo Group pun berharap Chanda Asri dapat terus mengembangkan kualitas produk-produknya agar mampu memenuhi kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan industri plastik di Indonesia. 

Black Campaign & Plastik Waste Management 

Black campaign terhadap kantong plastik yang kemarin  ramai menjadi dinamika yang juga dihadapi Ligo Group  dan pengusaha di industri plastik lainnya. Meski tak mengganggu kinerja produksi usahanya, black campaign  tersebut cukup membuat pelaku industri ini berpikir-pikir  kembali untuk mengembangkan usahanya. Di sisi lain, Aman juga menilai isu mengenai sampah plastik dan larangan penggunaan kantong plastik kemarin sebagai aksi yang salah sasaran. 

“Dalam pandangan saya, bukan plastiknya yang salah,  tapi perilaku orangnya yang salah. Untuk membenahi ini tidak semata-mata dari pengusaha. Harus ada peran  pemerintah, dan lainnya. Sebagai salah satu wakil ketua di Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (INAPLAS)  yang membidangi industri hilir, kami juga sudah banyak  berusaha menyelesaikan masalah sampah plastik ini. Sayangnya, itu hanya menjadi proyek piloting yang sulit  diterapkan secara nasional tanpa pemerintah,” paparnya.

Menurut Aman Lie, yang sekarang terjadi malah kebijakan-kebijakan regulator yang menekan gerak para  pelaku di industri plastik, semisal penerapan cukai plastik  atau larangan penggunaan plastik di wilayah DKI Jakarta. Sayangnya, larangan ini tidak dibarengi dengan solusi  dan alternatif yang fair, baik bagi produsen dan konsumen. Ia mempertimbangkan konsumen produknya di pasar tradisional yang membutuhkan kantong plastik  yang terjangkau harganya. “Mereka harus diberi solusi  dan alternatif yang tepat sasaran,” ungkapnya. 

Mengenai sampah plastik, Aman Lie mengingatkan bahwa  semuanya kembali ke perilaku kita sebagai orangnya. “Seandainya plastik-plastik dari rumah tangga itu mau dipilah, nilai ekonominya masih sangat tinggi. Bahkan, di  TPA-TPA, plastik-plastik itu masih dicari pemulung dan bisa diolah kembali,” ujarnya.